Kisah Sedih Nelayan Semarang dari Gagal Melaut hingga Terjerat Rentenir

Nelayan Tambaklorok, Rabu (7/1/2020), menjemur ikan di dekat tempat pelelangan ikan Kampung Bahari tersebut.

Kisah Sedih Nelayan Semarang dari Gagal Melaut hingga Terjerat Rentenir Seorang nelayan Tambaklorok tengah menjemur ikan di dekat tempat pelelangan ikan, Rabu (7/1/2020). (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

Semarangpos.com, SEMARANG — Cuaca ekstrem yang melanda perairan Laut Jawa selama sepekan terakhir, berdampak buruk bagi nelayan Tambaklorok, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Mulai dari berhenti melaut atau mencari ikan, hingga terlilit utang dengan rentenir pun dialami para nelayan di perkampungan tersebut.

Ketua RW 013 Tambaklorok, Ahmad Sueb, mengatakan selain faktor cuaca ekstrem, nelayan enggan melaut karena hasil tangkapan tidak terlalu banyak. Pada cuaca ekstrem seperti saat ini, para nelayan hanya mampu menjaring sekitar 50 kg ikan jenis kempar maupun seriding.

Hal itu berbeda, dengan hasil tangkapan saat cuaca bagus. Sekali melaut, para nelayan bisa menjaring ikan hingga mencapai 1 kuintal lebih.

Kondisi tersebut pun membuat para nelayan menjadi enggan melaut. Alhasil, mereka tak memiliki penghasilan dan harus mencari pinjaman guna memenuhi kebutuhan.

“Kalau yang punya simpanan seperti emas bisa ke pengadaian atau bank pemerintah. Nah, kalau yang tidak punya apa-apa, ya rentenir jadi solusi,” ujar Sueb saat dijumpai Semarangpos.com di Kampung Tambaklorok, Rabu (8/1/2020).

Seorang nelayan Tambaklorok tengah menjemur ikan di dekat tempat pelelangan ikan, Rabu (7/1/2020). (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

Sueb mengaku sebenarnya para nelayan sangat sadar jika meminjam di rentenir tidak bagus karena bunga kredit yang besar.

“Bunganya bisa sampai 30%. Bahkan dulu ada yang pinjam Rp10 juta, harus mengembalikan Rp30 juta,” jelas pria yang pernah menemani Presiden Jokowi berkeliling Tambaklorok tanpa pengawalan pasukan itu.

Kendati demikian, Sueb mengaku para nelayan tidak bisa berbuat apa-apa. Terlebih lagi, selama ini tidak ada bank milik pemerintah yang menjangkau para nelayan di Tambaklorok.

“Kalau rentenir itu kan pinjamnya gampang. Bahkan, kadang kita yang enggak punya utang malah ditawari,” tutur Sueb.

Sueb pun berharap ke depan ada bank milik pemerintah yang masuk ke Kampung Tambaklorok, supaya warganya terbebas dari jerat ‘lintah darat’. “Rentenir di sini tumbuh subur. Kerjaannya enggak ada, cuma minjemin duit. Tapi, mau bagaimana lagi, enggak ada yang lain,” ujarnya.

Sueb menyebutkan ada sekitar 900 nelayan di kampungnya yang mengandalkan penghasilan dari menangkap ikan di laut. Dari jumlah sebanyak itu, hampir 60% terlilit utang rentenir.

“Dulu sih pernah ada BMT [Baitul Maal waa Tamwil] yang ke sini dan menawari warga untuk nabung. Eh, enggak tahunya malah kabur, tabungan warga dibawa lari. BMT-nya suruh mengganti engak mau, karena uang hasil tabungan enggak disetorkan ke perusahaan,” tutur Sueb.

Seorang nelayan Tambaklorok tengah menjemur ikan di dekat tempat pelelangan ikan, Rabu (7/1/2020). (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

Sementara itu, seorang nelayan Tambaklorok, Budiono, mengaku ‘bank plecit menjadi solusi untuk mendapat pinjaman saat hasil laut tidak bagus.

“Enggak ada salahnya ngutang dulu. Kalau cuaca bagus, hasil kembali melimpah, baru kita bisa cicil buat ngembaliin utang,” terangnya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Tinggalkan Komentar

Anda harus logged in untuk kirim komentar.