Nenek Renta di Sragen Ini Tak Pernah Tersentuh Bantuan Pemerintah, Mengherankan Bukan?

Nenek renta bernama Mbah Sumiyen, 72, ini hidup serba kekurangan di gubuk reyot di Sidomulyo, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen, tak pernah mendapat bantuan pemerintah.

Nenek Renta di Sragen Ini Tak Pernah Tersentuh Bantuan Pemerintah, Mengherankan Bukan? Mbah Sumiyem, 72, tinggal di rumahnya di Kampung Sidomulyo, RT 50, RW 15, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen, Selasa (28/4/2020). (Semarangpos.com-Moh. Khodiq Duhri)

Semrangpos.com, SRAGEN – Nenek renta bernama Mbah Sumiyen, 72, ini hidup serba kekurangan di gubuk reyot di Kampung Sidomulyo, RT 050 RW 015, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen.

Ironisnya, meski hidupnya jauh dari kata mampu secara ekonomi, nenek renta itu merasa tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Kebutuhan sehari-harinya ditopang oleh anaknya yang bekerja sebagai buruh serta bantuan para tetangganya.

“Saya juga tidak tahu, mengapa Mbah Sumiyem tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Padahal dia janda hidup sendirian di rumahnya yang layak di bantu. Justru warga sekitar sini yang biasa datang membantu memberi makanan. Kadang saya berpikir, bagaimana kalau Mbah Sumiyem jatuh sakit? Siapa yang tahu kalau dia terbaring sendirian saat menahan sakit di rumah,” ujar Darmi, 42, tetangga depan rumah Mbah Sumiyem.

Sudah 40 Warga Pekalongan Idap Demam Berdarah Dengue

Yang selalu menjadi pertanyaan para tetangga, kenapa janda yang hidup dalam kemiskinan di Sragen itu tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat.

Semarangpos.com bertandang ke rumah Mbah Sumiyem, Selasa (28/4/2020). Terlihat lantai tanah di dalam rumah itu masih basah akibat hujan semalam. Atap gubuk itu bocor sehingga air masuk rumah.

Dinding yang terbuat dari gedek bambu juga sudah keropos di sana-sini. Rasanya, tinggal menunggu waktu saja gubuk reyot itu bakal ambruk.

Tukang Satai Pencuri Beras dan Tabung Gas Dicokok Polisi Temanggung

Meski kondisi hunianya seperti itu, Sumiyem tidak berniat memperbaiki rumahnya karena tidak memiliki biaya. Dia memang pernah mendapat tawaran perbaikan rumah. Namun, dia tidak bisa menyiapkan dana yang diminta untuk menambah pembelian material.

Urung Dibangun

“Dulu saya pernah mendapat tawaran perbaikan rumah [RTLH] oleh Pak RT. Tapi, saya diminta menyiapkan dana Rp11 juta dahulu untuk tambahan pembelian material. Saya tak punya uang sepeser pun, akhirnya rumah saya urung dibangun,” paparnya.

Mbah Sumiyem telah 35 tahun menjanda sejak suaminya, Cipto Supatmo, meninggal akibat kecelakaan pada 1985 silam. Sejak saat itu dia harus memeras keringat untuk membesarkan tujuh anaknya dengan berjualan gorengan keliling kampung.

Dinyatakan Sembuh dari Covid-19, Tenaga Kesehatan RSUP Kariadi Semarang Tak Berani Pulang Indekos

Sayang, dua dari tujuh anaknya lebih dulu menghadap Sang Pencipta. Kini Sumiyem hidup sendirian lantaran lima anaknya telah berumah tangga dan merantau ke berbagai wilayah.

Tiga anaknya merantau ke Jember, Surabaya (Jawa Timur), dan Subang (Jawa Barat). Sementara dua lainnya tinggal di Sukodono dan Sragen Wetan.

Meski ada dua anak yang tinggal di Sragen, Sumiyem enggan menjadi beban mereka. Itulah sebabnya janda tua ini memilih hidup sendiri di gubuk reyot di Kampung Sidomulyo, Sragen.

Cukup Pakai Nyayur.id, Warga Salatiga Seakan Bisa Panen Sayur

Salah satu anak Sumiyem yang tinggal paling dekat dengan rumahnya bekerja sebagai buruh. Biasanya sepekan sekali Mbah Sumiyem disambangi sang anak dan diberi uang.

“Anak saya yang paling dekat rumahnya dari sini itu hanya bekerja sebagai buruh. Biasanya sepekan sekali dia datang ke mari. Kalau ada uang, biasanya saya dikasih Rp70.000,” terang Sumiyem.

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Tinggalkan Komentar

Anda harus logged in untuk kirim komentar.