Karya Gus Mus Dicatut Buat Serang FPI
K.H. Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus menjadi perbincangan setelah karyanya dicatut untuk menyudutkan FPI dan Rizieq Syihab.

Semarangpos.com, JAKARTA — Nama Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri atau lebih kerap disapa Gus Mus tiba-tiba saja menjadi hangat diperbincangkan. Nama Gus Mus kembali terkerek menyusul adanya keberatan dari keluarga ulama besar itu terhadap pencatutan nama maupun karya seni utamanya untuk menyudutkan Rizieq Syihab dan FPI.
Tak main-main, kalangan yang mencatut karya Gus Mus itu adalah untuk kepentingan politik praktis bernuansa adu domba. Padahal karya—terutama puisi—Gus Mus selama ini dikenal sejuk bukan menyudutkan, tak terkecuali menyudutkan Muhammad Rizieq Syihab dan Front Pembela Islam atau FPI.
Menurut putri Gus Mus, Ienas Tsuroiya, pencatutan karya orang tuanya paling baru berupa penggabungan suara puisi Allohu Akbar dengan video demonstrasi FPI. “Puisi abah itu universal sifatnya, tidak ditujukan untuk kelompok tertentu. Dengan menggabungkan audio Abah dan rekaman seperti ini, artinya sengaja mengadu domba,” tulis Ienas, dikutip Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Minggu (13/12/2020).
Gubernur Jateng Apresiasi Kritik Gus Mus ke Pemkab Rembang
Nama Gus Mus memang dikenal sebagai sastrawan dan juga budayawan. Dia lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944. Gus Mus adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Ia adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB yang digunakan hingga kini.
Ia juga seorang penyair dan penulis kolom yang sangat dikenal di kalangan sastrawan. Di samping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair.
Selain puisi Allahu Akbar, banyak puisi karya Gus Mus lainnya yang juga dikenal masyarakat. Berikut beberapa di antaranya dikutip dari gusmus.net:
Ibu
Kaulah gua teduh
tempatku bertapa bersamamu
sekian lama
Kaulah kawah
darimana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam
Kaulah, ibu, laut dan langit
yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu
(Tuhan,
Gus Mus Usulkan Festival Budaya Menara Kudus
aku bersaksi
ibuku telah melaksanakan amanat-Mu
menyampaikan kasih sayangMu
maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi
kekasih-kekasihMu
Amin)
Bagaimana
Bagaimana kau hendak menulis puisi dengan apa?
Huruf-huruf dan kata-kata telah aus
Digunakan terus menerus
Oleh tikus-tikus yang rakus
Meruapkan bau kakus
Bagaimana kau hendak menulis dengan apa?
Orang-orang tak bersukma
Yang nuraninya matirasa
Terus menerus mempergunkannya
Untuk menyembunyikan borok mereka
Bertapa sajalah
Seperti rumput
Bersama rumput
Siapa tahu esok pagi
Burung-burung bersedia lagi
Mengajari menyanyi
Sementara kalian berbagi
Embun pagi
Gandrung
o, damaiku, o resahku
o teduhku, o terikku
o gelisahku, o tentramku
o, penghiburku, o fitnahku
o harapanku, o cemasku
o tiraniku,
selama ini
aku telah menghabiskan umurku
untuk entah apa. di manakah
kau ketika itu, o, kekasih ?
mengapa kau tunggu hingga
aku lelah
tak sanggup lagi
lebih keras mengetuk pintumu
menanggung maha cintamu ?
benarkah
kau datang kepadaku
o, rinduku,
benarkah ?
Guruku
Ketika aku kecil dan menjadi muridnya
Dialah di mataku orang terbesar dan terpintar
Ketika aku besar dan menjadi pintar
Kulihat dia begitu kecil dan lugu
Aku menghargainya dulu
Karena tak tahu harga guru
Ataukah kini aku tak tahu
Menghargai guru?
Aku Melihatmu
aku melihatmu
tersenyum bersama embun pagi
aku melihatmu
bernyanyi bersama burung-burung
aku melihatmu
bergerak bersama mentari bersama angin dan mega-mega
aku melihatmu
terbang bersama sekumpulan burung gereja
aku melihatmu
berenang bersama ikan-ikan dan lumba-lumba
aku melihatmu
meratap bersama mereka yang kelaparan
aku melihatmu
merintih bersama mereka yang kehausan
aku melihatmu
mengaduh bersama mereka yang kesakitan
aku melihatmu
berdendang bersama ibu yang meninabobokkan anaknya
aku melihatmu
melangkah bersama hamba yang berjuang menggapai citanya
aku melihatmu dalam gelap
aku melihatmu dalam terang
aku melihatmu dalam ramai
aku melihatmu dalam senyap
aku melihatmu
kau melihatku.
Mulut
Di mukamu ada sebuah rongga
Ada giginya ada lidahnya
Lewat rongga itu semua bisa
kau masukkan ke dalam perutmu
Lewat rongga itu semua bisa kau tumpahkan
Lewat rongga itu air liurmu bisa
meluncur sendiri
Dari rongga itu
Orang bisa mencium bau apa saja
Dari wangi anggur hingga tai kuda
Dari rongga itu
Mutiara atau sampah bisa masuk bisa keluar
Membuat langit cerah atau terbakar
Dari rongga itu
mata air jernih bisa kau alirkan
Membawa kesejukan kemana-mana
Dari rongga itu
Kau bisa menjulurkan lidah api
Membakar apa saja
Dari rongga itu
Bisa kau perdengarkan merdu burung berkicau
Bisa kau perdengarkan suara bebek meracau
Dari rongga itu
Madu lebah bisa mengucur
Bisa ular bisa menyembur
Dari rongga itu
Laknat bisa kau tembakkan
pujian bisa kau hamburkan
Dari rongga itu
Perang bisa kau canangkan
Perdamaian bisa kau ciptakan
Dari rongga itu
Orang bisa sangat jelas melihat dirimu
Rongga itu milikmu
Terserah
kau.
KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya
Baca Juga
- Polisi Pekalongan yang Viral karena Ancam Rizieq Syihab & FPI Diduga Alami Tekanan Kerja
- Viral, Pria Ancam FPI & Rizieq Syihab Ternyata Polisi di Kota Pekalongan
- Kapolda Jateng Perintahkan Pencopotan Spanduk Provokatif
- Gubernur Jateng Apresiasi Kritik Gus Mus ke Pemkab Rembang
- Pernyataan Ironis Gus Mus: Apakah Pemkab Rembang Tak Punya Bendera?
- PILKADA 2018 : Giliran Gus Mus Didatangi Ida
- KAMPUS DI SEMARANG : Di Unissula, Gus Mus Ajak Hindari Saling Menyalahkan
0 Komentar
Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.