Mempertahankan Eksistensi Kampung Batik Semarang

Kampung Batik Semarang yang direvitalisasi sejak 2006 silam menghadapi sederet tantangan, salah satunya mempertahankan eksistensi batik Semarangan.

Mempertahankan Eksistensi Kampung Batik Semarang Ketua Paguyuban Batik Semarang, Eko Hariyanto, menunjukkan kain batik motif khas Semarangan di gerainya, Selasa (27/7/2021). (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

Semarangpos.com, SEMARANG – Diresmikan sebagai Kampung Tematik pada 2010 lalu, Kampung Batik Semarang terus menuai popularitas di kalangan pencinta batik.

Bahkan sebelum pandemi berlangsung, banyak wisatawan yang datang ke Kota Semarang selalu singgah di Kampung Batik yang terletak di Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Utara itu.

Kebanyakan, wisatawan singgah untuk sekadar berbelanja batik khas Semarang, bermotif ikon seperti Lawangsewu, Tugu Muda, hingga binatang mitos, Warak.

Baca juga: Menengok Industri Batik di Kampung Batik Semarang

Ketua Paguyuban Batik Semarang, Eko Hariyanto, membenarkan jika motif gambar Lawangsewu maupun Tugu Muda paling banyak digandrungi pembeli. Meski demikian, motif Batik Semarang tidak hanya sebatas gambar bangunan-bangunan yang menjadi ikon Kota Semarang.

“Memang kalau wisatawan ke sini yang paling dicari motif yang menunjukkan ikon Kota Semarang. Tapi, motif batik Semarang tidak hanya sebatas itu. Ada juga motif naturalis seperti gambar flora dan fauna, pohon, dan lain-lain,” tutur Eko saat disambangi Semarangpos.com di Kampung Batik Semarang, Selasa (27/7/2021).

Eko menuturkan motif  batik Semarang sebenarnya sudah ada sejak masa kolonial Belanda, sekitar tahun 1890-an.

Motif

Batik Semarang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan batik daerah pesisir pada umumnya, seperti Pekalongan maupun Lasem Rembang. Coraknya dipengaruhi akulturasi budaya Tionghoa, seperti warna yang lebih mencolok dan motif flora fauna, seperti burung hao, kupu-kupu, burung blekok, hingga buah asam.

“Ada juga motif perpaduan antara bambu, yang mencirikan kebudayaan masyarakat Tionghoa dan parang, khas batik dari Solo-Jogja. Itu merupakan akulturasi budaya yang ada di Semarang yang ditampilkan dalam batik khas Semarang,” terang Eko.

Kendati demikian, Eko tidak mempermasalahkan jika banyak wisatawan yang lebih gemar dengan batik bermotif ikon Kota Semarang, seperti Tugu Muda maupun Lawangsewu.

Meski demikian, ia berharap banyaknya permintaan itu tidak membuat eksistensi Kampung Batik Semarang menjadi luntur.

Hal ini dikarenakan banyaknya permintaan membuat para pedagang kebingungan memenuhi. Mereka lantas menyuplai barang dari luar Kota Semarang, seperti Pekalongan guna memenuhi permintaan pasar.

“Menurut saya, yang namanya batik Semarang adalah batik dengan motif khas Semarang, yang diproduksi di Semarang. Kalau sudah diproduksi di luar Kota Semarang, berarti bukan batik Semarang,” tegas Eko.

Minim Pengrajin

Untuk mewujudkan hal itu, Eko mengaku tidak mudah. Terlebih lagi saat ini pengrajin batik di Semarang sangatlah minim.

Pun demikian di Kampung Batik Semarang. Menurut Eko, jumlah pengrajin atau rumah yang memproduksi batik buatan sendiri di Kampung Batik Semarang sudah sangat minim.

“Di kampung ini ada sekitar 25 rumah yang membuka toko batik. Tapi, yang memproduksi sendiri jarang. Silakan cek kalau enggak percaya. Bisa dilihat sendiri kok. Kalau rumah itu memproduksi batik, berarti ada saluran pembuangan limbahnya,” beber Eko.

Baca juga: Jalin Kerja Sama Apik dengan Pengrajin Lokal , Bingah Leather Craft Pasarkan Tas Kualitas Impor

Eko menambahkan sebenarnya pernah berupaya untuk mengiatkan kerajinan kain batik di Kampung Batik Semarang. Upaya itu dilakukan dengan menggelar pelatihan terhadap 20 warga tentang cara membuat batik tulis.

Meski demikian, dari 20 peserta itu hanya ada satu yang bisa terampil dan bertahan membuat batik. Sisanya, lebih cenderung memilih berdagang kain batik untuk melayani wisatawan yang berkunjung.

“Perlu keterlibatan dari seluruh pihak untuk menjaga eksistensi Kampung Batik Semarang sebagai penghasil batik khas Semarangan. Bukan hanya keterlibatan pemangku kebijakan, tapi juga pemerhati dan warga sendiri,” jelas Eko.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Komentar Ditutup.