Mbak Tutut Bantah Ibu Tien Meninggal Karena Tertembak

Putra Sulung Presiden Soeharto, Mbak Tutut, mengisahkan dan menegaskan bahwa ibunya, Ibu Tien, bukan meninggal karena tertembak.

Mbak Tutut Bantah Ibu Tien Meninggal Karena Tertembak Soeharto (kanan), Ibu Tien (kiri), dan Mbak Tutut. (Instagram-@tututsoeharto)

Semarangpos.com, SOLO — Jika Anda sudah cukup dewasa, 24 tahun yang lalu, mungkin Anda adalah saksi sejarah. Tak lama setelah istri Presiden Soeharto, Siti Hartina alias Ibu Tien, meninggal dunia, beredar kisah yang menyebutkan bahwa penyebab wafatnya ibu negara kala itu adalah karena tertembak.

Kisah itu dibisikkan dari generasi ke generasi di Republik Indonesia ini. Tetapi, kini, kabar tersebut dibantah sendiri oleh puteri sulung Pak Harto dan Ibu Tien, Siti Hardiyanti Hastuti atau Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut.

Klarifikasi itu ia sampaikan melalui tulisan berjudul 24 Tahun yang Lalu di laman pribadinya, Tututsoeharto.id, Rabu (29/4/2020). Mbak Tutut berkisah bahwa Ibu Tien meninggal dunia karena mulanya merasa sesak napas dan sempat dilarikan ke rumah sakit.

Belanda Ngomong “Wat Will Je” ke Gadis Indigo di Rumah Harta Karun Semarang

Sayang, saat perjalanan menuju rumah sakit, Ibu Tien sudah tak sadarkan diri dan kemudian dinyatakan meninggal dunia. Namun, Mbak Tutut seakan-akan tak terima jika Ibu Tien dikabarkan meninggal karena tertembak anak-anaknya.

“Lalu saya mendengar berita tersebar, bahwa ibu wafat karena tertembak oleh adik-adik saya. Saya heran, siapa manusia yang tega menyebarkan berita keji tersebut. Demi Allah, apa yang bapak ceritakan, itu yang terjadi,” ungkap Mbak Tutut.

Mbak Tutut menegaskan penyebab Ibu Tien meninggal dunia memang seperti yang diceritakan Presiden Soeharto kala itu. Ia ingin bantahannya itu diketahui orang-orang yang sudah menalan kabar kabur dari penyebab meninggalnya Ibu Tien.

Semarang Punya Tumbasin.id Sebagai Solusi Belanja saat Social Distancing

Berikut kisah Mbak Tutut tentang Ibu Tien yang meninggal dunia bukan karena tertembak.

24 Tahun yang Lalu

Dua puluh empat (24) tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 April 1996, Ibu kami tercinta telah dipanggil Allah SWT. Pada saat itu saya sedang bertugas memimpin sidang organisasi donor darah dunia (di Prancis dan Kemudian di London). Alhamdulillah, pada saat itu saya menjabat sebagai Presiden Donor Darah Dunia.

Betapa terkejut ketika saya mendengar berita ibu telah tiada. Pada saat saya berangkat, ibu masih segar bugar. Mendengar kabar lelayu (berita Ibu wafat), saya langsung kembali ke Jakarta. Itulah perjalanan paling lama yang saya rasakan selama saya bepergian.

Penerbangan yang saya dapat waktu itu SQ, dan harus berhenti si Singapore. Untuk mempercepat waktu, suami saya menjemput saya di Singapore. Kami langsung menuju ke Solo. Jenazah ibu sudah ada disana.

Setelah bertemu ibu dan bapak, kami berangkat ke makam di Giribangun. Saya menemani bapak satu mobil. Di dalam perjalanan menuju makam, dengan suara yang dalam, tiba-tiba bapak bercerita.

“Ibumu pagi itu, mengeluh”
“Bapak, aku kok susah nafas yo”
“Bapak tanya mana yang sakit bu”
Ibumu bilang “Ora ono sing loro (tidak ada yang sakit), mung susah nafas pak (hanya susah nafas pak)”

Bapak bertanya lagi, “Dadanya sakit nggak bu”
Ibumu berbisik “ Ora ono (tidak ada)”
Bapak rebahkan ibu dengan bantal yang agak tinggi, karena ibumu susah nafasnya.
Bapak panggil ajudan untuk segera menyiapkan ambulans. Ibu harus dibawa ke rumah sakit segera.

Saya mencoba bertanya ke bapak “Jadi ibu tidak mengeluh sakit sedikitpun pak?”
Bapak menjawab dengan tegas, “Tidak, ibu hanya mengatakan susah nafas.”
“Jam berapa itu pak?” saya bertanya.
“Kurang lebih jam 3” kata bapak. Berarti setelah bapak sholat tahajut.

Kemudian bapak melanjutkan ceritanya, “Di dalam perjalanan, ibumu sudah tidak sadar. Sampai di rumah sakit, semua dokter sudah berusaha untuk membantu ibumu. Tapi, Allah berkehendak lain.”

Bapak terdiam tidak bicara lagi. Sepertinya, bapak ingin mengungkapkan perasaan hati yang kehilangan ibu dengan bercerita.

Tak dapat saya bendung air mata saya.

Bapak dan ibu tak pernah berjauhan. Beliau berdua saling mencinta, saling mendukung, dan saling membantu. Begitu yang satu tidak ada lagi di kehidupan, maka akan terasa, ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.

Lalu saya mendengar berita tersebar, bahwa ibu wafat karena tertembak oleh adik-adik saya. Saya heran, siapa manusia yang tega menyebarkan berita keji tersebut. Demi Allah, apa yang bapak ceritakan, itu yang terjadi. Tadinya saya akan diamkan saja. Tapi rasanya berita itu semakin diulang-ulang ceritanya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Sebelum Allah memanggil saya, masyarakat harus tahu kebenarannya. Dan alhamdulillah sekarang ada medsos, yang alhamdulillah, sayapun ikut aktif di sana. Siapapun yang membuat cerita itu, dan siapapun yang ikut menyebarkan, kami serahkan pada Allah untuk menilainya. Karena kami meyakini, bahwa Allah adalah Hakim Yang Maha Adil.

Sahabat…, terima kasih yang tulus kami sampaikan, atas doa yang selalu dilantunkan untuk Ibu dan Bapak kami tercinta. Semoga Allah SWT, membalas dengan berlipat ganda… Aamiin.

Terima kasih kami haturkan ya Allah, telah memilihkan kami terlahir dari seorang ibu yang baik, bijaksana, hormat pada orang tua dan suami dan sesepuh, penuh kasih sayang, peduli pada yang berkekurangan, membantu yang membutuhkan, memberi pada yang tidak berkecukupan.

Ya Allah ampuni dosa ibuku…
Maafkan segala kesalahannya…
Terimalah semua amal ibadahnya…
Tempatkan ibuku di sorga-Mu yang terindah, bersama Bapak dan bersama orang-orang yang datang sebelum kami, yang beriman dan Engkau sayangi.

Ibu… tenanglah di atas sana…
Doa kami selalu menyertaimu…
We love you always ibu…

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

 

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Tinggalkan Komentar

Anda harus logged in untuk kirim komentar.