Pandemi Covid-19, 34% Lembaga PAUD di Jateng Kehilangan Murid

Lembaga pendidikan anak usia dini atau PAUD pun turut terdampak pandemi Covid-19, dengan berkurangnya jumlah murid yang enggan bersekolah.

Pandemi Covid-19, 34% Lembaga PAUD di Jateng Kehilangan Murid Tangkapan layar webinar bertajuk Menyelamatkan Pendidikan Anak di Masa Pandemi, Sabtu (15/8/2021). (Zoom)

Semarangpos.com, SEMARANG – Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari setahun memberikan dampak besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Tak hanya pendidikan formal jenjang SD hingga SMA, pendidikan anak usia dini atau PAUD pun turut terdampak.

Menurut Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (Himpaudi) Jawa Tengah (Jateng), Dedy Andriyanto, pandemi Covid-19 membuat kebanyakan orang tua memilih untuk menunda menyekolahkan anaknya ke PAUD.

Penyebabnya, banyak orang tua yang masih diliputi kekhawatiran akan penularan Covid-19 terhadap anak. Selain itu, sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang diterapkan membuat orang tua enggan mendaftarkan anaknya ke lembaga pendidikan.

Baca juga: Ke Tegal, Komisi X DPR Cermati Dampak Covid-19 bagi Pendidikan

“Imbasnya ada sekitar 30-34% PAUD di Jateng yang kehilangan murid,” ujar Dedy dalam webinar bertajuk Menyelamatkan Pendidikan Anak di Masa Pandemi yang digelar Akatara-Jurnalis Sahabat Anak dan Unicef, Sabtu (14/8/2021).

Situasi itu, lanjut Dedy pun berimbas kepada kesejahteraan guru PAUD. Apalagi, selama ini banyak lembaga PAUD di Jateng yang sumber pendanaanya dari swasta atau yayasan yang tidak cukup solid.

Catatan Himpaudi Jateng, ada sekitar 32.235 guru PAUD yang tersebar di berbagai daerah di Pulau Jawa. Dari jumlah sebanyak itu, sekitar 96% terdampak pandemi Covid-19.

Dedy menilai jika kondisi ini terus berlangsung tidak hanya berdampak bagi kesejahteraan tenaga pendidik PAUD. Tapi, kondisi ini juga akan memberikan efek negatif bagi pembelajaran anak usia dini.

Terlebih lagi, banyak orang tua yang belum siap memberikan pendidikan kepada anaknya yang masih usia dini. Mereka kerap terjebak dalam rutinitas harian dan menyerahkan pendidikan anak kepada perkembangan teknologi melalui gawai dan internet.

Vaksinasi Anak

Dedy menambahkan yang diperlukan anak di masa pandemi adalah perlindungan. Hal ini sebenarnya sudah dipenuhi pemerintah melalui program vaksinasi yang menyasar kepada anak. Meski demikian, program vaksinasi anak ini hanya menyasar kepada usia 12-17 tahun. Sementara untuk anak usia di bawah 12 tahun belum terjangkau.

Pengamat pendidikan dari Universitas PGRI Semarang (Upgris), Dr. Ngasbun Egar, menilai kekhawatiran masyarakat terkait nasib pendidikan anak di masa pandemi membuat beberapa lapisan masyarakat mendadak mempunyai sikap “untung rugi” terhadap pendidikan jarak jauh (PJJ).

Baca juga: LP2K Jateng Soroti Syarat Wajib Vaksin untuk Akses Tempat Publik

Sebagian masyarakat menilai PJJ yang membuat anak belajar dari rumah sebagai sesuatu yang merugikan. Menurutnya, hal itu wajar karena anak-anak tidak mendapatkan hak pendidikan secara optimal.

Oleh karena, orang tua harus memberikan perhatian yang lebih baik terhadap pendidikan anak. Tapi, jika orang tua berpandangan mereka dirugikan karena anak harus belajar di rumah, tapi tetap harus membayar iuran sekolah, tentu tidak bisa dibenarkan.

“Betapa pun anaknya belajar dari rumah, tentu mereka tetap mendapat  pendidikan. Meski pun tidak optimal,” jelas Ngasbun.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Komentar Ditutup.