Guru Besar Bahasa Unnes Sebut Kata ‘Anjay’ Tidak Bisa Dilarang, Tapi…

Pakar bahasa sekaligus guru besar sosiolinguistik Universitas Negeri Semarang atau Unnes, Prof. Fathur Rokhman, menilai kata "anjay" tidak perlu dilarang.

Guru Besar Bahasa Unnes Sebut Kata ‘Anjay’ Tidak Bisa Dilarang, Tapi… Rektor Unnes, Prof. Fathur Rokhman. (Youtube)

Semarangpos.com, SEMARANG – Polemik penggunaan kata “anjay” memancing sederet ahli bahasa untuk angkat bicara. Tak terkecuali guru besar sosiolinguistik yang juga Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof. Fathur Rokhman.

Menurut Fathur, kata “anjay” bukanlah sebuah kosa kata baku dalam bahasa Indonesia. Kata ini merupakan ragam bahasa slang atau bahasa pergaulan yang bertujuan untuk keakraban dalam komunikasi informal suatu kalangan.

“Jadi, kata ‘anjay’ tidak tepat jika digunakan dalam komunikasi umum. Secara etimologis, kata ‘anjay’ berasal dari bentukan kata anjing yang diderivasi morfologis untuk fungsi penghalusan. Namun, kata itu tidak elok digunakan karena tidak santun,” ujar Fathur kepada Semarangpos.com, Selasa (1/9/2020).

Soal UKT Mahasiswa, Rektor Unnes Dukung Kebijakan Mendikbud

Meski demikian, Fathur menilai tidak tepat jika penggunaan kata “anjay” lantas mendapat larangan. Terlebih lagi, kata tersebut sudah menyebar dan sering digunakan dalam percakapan kalangan tertentu, khususnya anak muda dan kaum milenial.

Meski demikian, ia mengimbau kepada kalangan muda yang kerap menggunakan kata-kata itu untuk mulai mengganti dengan kata yang lebih sopan.

“Kata yang sudah menyebar di kalangan tertentu tidak bisa dilarang. Tapi, kita bisa memberi alternatif lain yang lebih santun. Mungkin kita bisa mengganti dengan ‘woo’, ‘luba’ [luar biasa], ‘luko’ [luar biasa kau], atau ‘kelu’ [keren lu]’,” jelas Fathur.

Senada juga disampaikan pengajar Sosiolinguistik Fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes, Rahmat Petuguran. Ia menilai imbauan untuk menghentikan penggunaan kata “anjay” tidaklah diperlukan karena merupakan bentuk slang dari kata “anjing”.

Kasar

Menurutnya, penyimpangan ke dalam bentuk “anjay” merupakan bentuk pengkodean kembali dari kata “anjing” yang dinilai terlalu kasar.

“Pengkodean kembali menunjukkan bahwa penutur telah berusaha mengurangi tingkat kekasaran kata aslinya yaitu kata anjing,” kata Rahmat.

Dewan Kehormatan UGM Rekomendasi Gelarnya Dicabut, Ini Tanggapan Rektor Unnes…

Rahmat menambahkan penggunaan kata “anjay” telah mengalami perkembangan makna karena digunalan dalam konteks pemakaian yang beragam.

Meskipun pada mulanya kata tersebut bermakna kasar karena digunakan sebagai bentuk makian, namun kata tersebut berkembang menjadi ekspresi kekaguman dan apresiasi.

Kontroversi kata “anjay” bermula dari laporan seorang Youtuber, Lutfi Agizal, kepada Komisi Nasional Perlindungan Anak atau Komnas PA.

Komnas PA kemudian meminta menghentikan penggunaan kata “anjay” yang berpotensi pidana. Menurut Komnas PA, kata tersebut merupakan bentuk kekerasan atau bullying dengan ancaman pidana, baik digunakan dengan cara dan bentuk candaan.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

 

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Komentar Ditutup.