Pelaku Kekerasan di Mertodranan Solo Divonis Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

Pelaku tindak kekerasan pada acara midodareni di Mertodranan, Solo, pada Agustus 2020 divonis hukuman penjara yang lebih rendah dari tuntutan jaksa.

Pelaku Kekerasan di Mertodranan Solo Divonis Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa Ilustrasi sidang pengadilan. (kejari-jaktim.go.id)

Semarangpos.com, SEMARANG – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang telah menjatuhkan hukuman kepada 12 pelaku kekerasan pada acara midodareni di Mertodranan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, Agustus lalu.

Sidang putusan atau vonis kepada para pelaku itu digelar di PN Semarang, Kamis (4/2/2021).

Pegawai Humas PN Semarang, Eko Budi Supriyanto, mengatakan para terdakwa itu dinyatakan bersalah dan dijerat pasal 160 KUHP dan 170 KUHP karena terbukti menghasut dan melakukan tindak kekerasan secara bersama-sama.

Baca juga: Ganjar Desak Usut Tuntas Kasus Kerusuhan di Solo

“Terhadap keputusan hakim itu, baik terdakwa maupun jaksa menyatakan pikir-pikir,” ujar Eko saat dihubungi Semarangpos.com, Kamis malam.

Dalam sidang putusan itu, rata-rata pelaku dijatuhi hukuman penjara 10 bulan. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa.

Terdakwa Sugianto alias Romdlon dan Budi Doyo divonis 1 tahun penjara, atau lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 2 tahun penjara.

Sementara untuk Tri Hartono, Mochammad Syakir, Muhamad Misran, Wahyudin, Arif Nugroho, Maryanto, Sutanto dan Muhamad Lazmudin, divonis 10 bulan atau lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 1 tahun 6 bulan.

Sedangkan untuk dua terdakwa lainnya, Surono dan Agus Nugroho dijatuhi hukuman 8 bulan penjara, atau lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 1 tahun 3 bulan.

Kuasa hukum para terdakwa, Ary B. Soenardi, mengaku kecewa dengan keputusan hakim itu. Kendati, kliennya dijatuhi hukuman lebih rendah dari tuntutan JPU.

“Dalam sidang ini terdakwa telah menyatakan tidak bersalah. Oleh karena itu, kami pikir-pikir [vonis hakim],” ujar Ary.

Kasus Intoleransi

Meski demikian, Ary mengaku puas sidang berjalan lancar. Ia menilai ini merupakan kasus intoleransi dan radikalisme pertama di Solo yang bisa diproses secara hukum hingga melahirkan vonis pidana.

Baca juga: Begini Pengakuan Saksi Mata Kericuhan di Mertodranan Solo

“Ini merupakan prestasi bagi masyarakat Solo dan bangsa Indonesia. Penanganan kasus ini adalah kemenangan bagi kaum minoritas. Bagi pelaku intoleran dan radikalisme sebaiknya mulai berpikir ulang untuk melakukan aksi kekerasan karena akan berujung hukuman pidana,” tegas Ary.

Kasus kekerasan di Mertodranan, Pasar Kliwon, Kota Solo itu terjadi pada 8 Agustus lalu. Saat itu sekelompok orang mendatangi rumah keluarga almarhum Segaf bin Jufri dan membubarkan acara doa bersama, yang menjadi rangkaian acara menjelang pernikahan. Tiga orang mengalami luka-luka dalam kejadian itu.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Komentar Ditutup.