Tim Pengacara Sebut 10 Demonstran Omnibus Law di Semarang Masih Ditahan

Tim pengacara demonstran aksi unjuk rasa atau demo Omnibus Law di Semarang mendesak aparat kepolisian transparan dalam memberikan data.

Tim Pengacara Sebut 10 Demonstran Omnibus Law di Semarang Masih Ditahan Aksi unjuk rasa atau demo Omnibus Law di depan Gedung DPRD Jateng, Kota Semarang, Rabu (7/10/2020). (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

Semarangpos.com, SEMARANG – Tim Advokasi Pembela Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah (Jateng) menyebut ada 10 demonstran yang hingga kini masih ditahan aparat Polrestabes Semarang buntut aksi unjuk rasa atau demo Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Pernyataan tim pengacara demonstran itu berbeda dengan apa yang disampaikan pihak Polrestabes Semarang. Sebelumnya, Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Benny Setyowadi, menyebut tinggal empat demonstran yang ditahan karena diduga melakukan tindak anarkistis.

Benny mengatakan total ada 269 orang yang diamankan dalam aksi demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Jateng, Kota Semarang, Rabu (7/10/2020).

Gawat! Wartawan di Semarang Dapat Intimidasi Polisi saat Demo Omnibus Law

“Dari 269 orang itu, kita pulangkan 76 orang di lokasi. Sisanya, 193 orang kita bawa ke Polrestabes untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah proses interogasi, kita menemukan 4 orang yang diduga melakukan perusakan. Sementara, 189 orang kita pulangkan,” ujar Benny di Kantor DPRD Jateng, Kamis (8/10/2020).

Sementara Tim Advokasi Pembela Kekebasan Berpendapat Jawa Tengah yang terdiri dari PBHI Jateng, LRC-KJHAM, dan YLBHI-LBH Semarang menyatakan hingga Kamis dini hari telah sukses membebaskan ratusan pendemo yang diduga menjadi korban salah tangkap aparat Polrestabes Semarang.

“Sebelumnya, tim kuasa hukum mengalami kondisi yang tidak menyenangkan. Kami tidak diperbolehkan masuk, hingga pukul 23.30 WIB baru membuahkan hasil. Meski demikian, masih ada minimal 10 orang yang ditahan kepolisian,” ujar Kahar, pengacara dari PBHI Jateng.

Belum Makan

Pelarangan pemberian akses bantuan hukum kepolisian juga meresahkan pihak keluarga yang sedari sore menunggu di depan Polrestabes Semarang. Mereka khawatir dengan keadaan anak atau kerabatnya termasuk juga kondisi para korban yang lemas karena belum mendapatkan makanan dari sore.

“Tindakan ini bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana [KUHAP] yang menyatakan saksi dan tersangka berhak didampingi oleh kuasa hukum dalam proses pemeriksaan. Tindakan ini juga Juga melanggar UU 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan UU 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, serta Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM,” imbuhnya.

Bawaslu Grobogan Tertibkan Baliho Bergambar Bupati Sri Sumarni

Tim Advokasi juga menilai Polrestabes Semarang tidak kooperatif dalam memberikan data jumlah demonstan yang ditangkap, dibebaskan, atau yang masih ditahan. Selain membuat data simpang siur, hal ini juga membuat keluarga korban salah tangkap makin cemas dengan nasib kerabatnya.

“Kondisi ini diperparah dengan masa pandemi Covid-19, di mana para korban dikumpulkan secara berkerumun dan tanpa protokol kesehatan yang ketat. Hal ini mengkhawatirkan munculnya kluster baru atas kecerobohan Polrestabes Semarang,” tegasnya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Komentar Ditutup.