Demo Omnibus Law di Semarang Ricuh, Polisi Bantah Tak Izinkan Pengacara Dampingi Pendemo
Demo atau unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja juga terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng) dan berakhir ricuh.
Semarangpos.com, SEMARANG — Aparat Polrestabes Semarang membantah tudingan tidak memperbolehkan pelaku demo Omnibus Law UU Cipta Kerja yang diduga melakukan tindak anarkistis mendapat pendampingan hukum dari tim pengacara.
Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Benny Setyowadi, mengatakan pihaknya terus melakukan komunikasi dengan tim advokasi hukum dari pelaku demo seperti YLBH-LBH Semarang, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) maupun organisasi lainnya.
“Kami aktif komunikasi dengan mereka. Bahkan, saya sendiri yang komunikasi. Memang tadi malam kan kita masih proses interogasi, pendataan, nanti kita pulangkan,” ujar Benny saat dijumpai wartawan di Gedung DPRD Jateng, Kota Semarang, Kamis (8/10/2020).
Gelar Dangdutan, Wakil Ketua DPRD Kota Tegal Negatif Covid-19
Demo penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang berlangsung di depan Gedung DPRD Jateng, Kota Semarang, Rabu (7/10/2020) berlangsung ricuh.
Demo diwarnai aksi pelemparan dan perusakan fasilitas milik DPRD Jateng. Demo itu pun akhirnya dibubarkan aparat kepolisian dengan tembakan gas air mata dan water canon.
Seusia aksi, aparat menangkap 269 orang yang diduga melakukan perusakan. Mereka terdiri dari mahasiswa dan pelajar yang mengikuti demo Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Sebagian besar yang ditangkap ini pun langsung dibawa ke Polrestabes Semarang untuk diinterogasi. Proses interogasi pun berlangsung hingga tengah malam.
Saat proses pemeriksaan itu, Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tegah berusaha masuk ke Polrestabes untuk memberikan pendampingan terhadap para terduga pelaku perusakan yang ditangkap.
Dalam keterangan resmi yang diterima Semarangpos.com, tim pengacara ingin melakukan pendampingan karena diduga ada yang menjadi korban salah tangkap.
Tak Diizinkan Masuk
Meski demikian, keinginan tim pengacara itu urung terlaksana karena polisi tidak mengizinkan mereka masuk ke Polrestabes Semarang.
“Padahal tim advokasi sudah mendapatkan surat kuasa dari keluarga para korban guna mencari tahu keberadaan anak-anaknya,” ujar pengacara dari YLBHI-LBH Semarang, Etty Oktaviani, Rabu malam.
Oleh karena tak diizinkan masuk, Etty mengaku pihaknya dan para orang tua korban salah tangkap tertahan di depan gerbang Polrestabes hingga tengah malam.
“Beberapa orang tua juga menangis karena memikirkan nasib anaknya yang ditahan,” ujar Etty.
Gubernur Ganjar: Masker Senjata Ampuh Lawan Corona
Etty mengatakan seharusnya polisi tidak melakukan penahanan mengingat tidak ada swab test terhadap peserta aksi. Hal ini sangat berpotensi munculnya klaster baru persebaran Covid-19.
Sementara itu, anggota lain Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah, Kahar, mengatakan tindakan aparat yang melarang para terduga perusakan mendapat pendampingan kuasa hukum bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Tindakan ini juga melanggar UU 18/2003 tentang Advokat dan UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum, serta UU 39/1999 tentang HAM,” ujar Kahar.
Atas sikap polisi ini, tim pengacara pun meminta kepolisian membuka akses pendampingan hukum pada para terduga pelaku.
Selain itu, mereka juga mendesak Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.
KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya
Baca Juga
- Penyelundupan Sabu-Sabu Digagalkan Petugas Lapas Semarang
- Polrestabes Semarang Hentikan Layanan SIM Keliling, Kenapa?
- Sadis, Sejoli di Semarang Bunuh Bayi Di Dalam Toilet
- Ajak Demo Pandemi Covid-19, 2 Orang di Semarang Diciduk Polisi
- Ruang Tahanan Polrestabes Semarang Overload, Ini Sebabnya
- Penyekatan di Semarang Ada 26 Titik, Melintas Wajib Tes Swab & Vaksin
- 4 Mahasiswa Semarang Pendemo Omnibus Law Divonis Bersalah
0 Komentar
Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.