Kisah Difabel Salatiga Sukses Berdayakan Sesama Setelah Usaha Sendiri Bangkrut
Setelah usaha yang dilakoninya seorang diri berkali-kali bangkrut, seorang warga difabel di Kota Salatiga sukses memberdayakan sesama penyandang disabilitas lewat usaha jahit.
Semarangpos.com, SALATIGA — Seorang warga Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Ngatimin, 41, menjadi sosok difabel yang sukses memberdayakan sesama penyandang disabilitas lewat usaha jahit. Padahal, sebelumnya, usaha yang dilakoninya seorang diri berkali-kali bangkrut.
Sehari-hari, laki-laki yang akrab disapa Mbah Min itu membuka usaha jasa jahit Kube Mandiri di rumahnya di Jl. Bhisma 23, RT008/RW001, Dukuh Krajan, Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti. Di rumah itu terdapat lima buah mesin jahit.
Meski terhitung sedikit, Mbah Min telah melatih 300-an difabel Salatiga untuk bisa menjahit. “Difabel-difabel itu saya koordinasi untuk bekerja menjahit bersama, namun karena sekarang sedang ada wabah, sementara belum beroperasu maksimal,” tutur Mbah Min di rumahnya, Senin (13/4/2020).
KBM Daring di Jateng Diperpanjang Hingga Akhir April
Sejak 2005, Mbah Min sudah bergabung menjadi anggota berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Solo, Boyolali, Salatiga, dan Semarang. Awalnya, gerakan itu memang tidak berfokus pada kaum difabel, namun lambat-laun mengerucut kepada kalangan yang senasib dengannya.
Mbah Min sendiri awalnya terlahir normal. Namun panas tinggi yang dideritanya di usia tiga tahun membuat postur kaki Mbah Min mengecil dan berakibat kelumpuhan. Kini untuk berjalan, Mbah Min dibantu tongkat. Mobilitasnya ditopang sepeda motor roda tiga.
Laki-laki itu mengenyam bangku pendidikan di sekolah umum hingga tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Selepas lulus, dia pergi ke Solo untuk mengikuti kursus menjahit.
Polisi Tangkap Dalang Penolakan Jenazah Perawat di Semarang
Sembari bergabung dengan LSM, Mbah Min merintis jasa jahit mandiri di kawasan Tingkir, Salatiga. Berbagai produk jahitan sudah pernah dia kerjakan, mulai dari pakaian dalam wanita hingga menjahit kaus. Sayang semua usaha itu harus gulung tikar delapan tahun kemudian. Usaha jahit tidak berjalan maksimal lantaran Mbah Min lebih memilih bergiat di LSM.
Sekitar 2015, Mbah Min mulai fokus pada advokasi kaum difabel di Salatiga. Dengan bantuan Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) Solo, dia mendata ratusan difabel yang ada di Kota Hati Beriman.
Tanpa Ruang Gerak
Saat itu, menurutnya, kendala kaum difabel adalah tidak adanya ruang berkreativitas. Banyak difabel tidak diakui keluarga, tidak memiliki kartu identitas, dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Akibatnya, disabilitas selalu menjadi golongan masyarakat dengan keadaan ekonomi rendah. Mbah Min dan PPRBM juga berinisiatif memberi keterampilan menjahit bagi kalangan difabel.
Pria Penampar Perawat Gara-Gara Masker di Semarang Ditangkap
Tiga tahun berselang, Kelompok Difabel Harapan Mandiri Salatiga (KDHMS) berhasil dibentuk. Beranggotakan 300 difabel baik difabel fisik maupun difabel mental, KDHMS menjadi ruang pemberdayaan bagi disabilitas. Mbah Min kini menjadi ketua atau community organizer KDHMS.
“Lembaga berbadan hukum kini sudah terbentuk, namun mengumpulkan difabel masih terus berjalan. Kendala utama kebanyakan berasal dari keluarga sendiri,” imbuh Mbah Min. Kegiatan utama anggota KDHMS nantinya adalah menjahit aneka pakaian.
Rencana itu belum bisa berjalan. Virus corona mengubah sebagian rencana Mbah Min. Kini KDHMS hanya menerima jahitan alat pelindung diri (APD). Sementara rencana pembukaan usaha jahit aneka pakaian harus ditunda.
Gadis Indigo Lihat Kuntilanak Peliharaan di Bekas Kantor Semarang
Saat ini sekitar 200-an baju hazmat berhasil diselesaikan. Baju itu merupakan pesanan dari RST dr. Asmir Salatiga yang merupakan rumah sakit rujukan lini dua penanganan covid-19. “Bahan-bahan semuanya dipasok dari rumah sakit, kami tinggal jahit. Namun dengan harga separuh. Biasanya jahit satu APD, dihargai Rp30.000, kini upahnya hanya separuh harga,” imbuh dia.
Selain baju, KDHMS juga menjahit masker dengan memanfaatkan kain spunbond sisa baju. Kain spunbond yang dijadikan masker juga dijahit dua lapis. Masker itu dibagikan secara cuma-cuma untu tenaga kesehatan (nakes) dan pengunjung RST dr. Asmir. “Kemarin sempat ada yang minta juga, nanti kami pertimbangkan untuk dibuatkan,” imbuh dia.
Penjahit difabel yang juga anggota KDHMS, Sukiman, mengaku senang karena dirinya kini bisa bermanfaat bagi orang lain. Dengan adanya kelompok difabel dan pelatihan keterampilan, dirinya berharap difabel tak lagi dipandang sebelah mata.
KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya
Baca Juga
- 3 Siswa di Madiun Tidak Diperkenankan Ikut PTM
- PDGI Catat Ada 40 Dokter Gigi di Semarang Terpapar Covid-19 Selama Pandemi
- Innalillahi! 99 Anak Salatiga Kehilangan Orang Tua Gegara Covid-19
- Bukan Hanya Covid-19, TBC Juga Ancam Kesehatan Warga Semarang
- Hasil Tes Positif Covid-19, Banyak Calon Penumpang Tetap Nekat ke Bandara Ahmad Yani
- Terapkan PPKM Level 3, Kendal Izinkan Pembelajaran Tatap Muka
- Satgas Covid-19 Nasional Datangi Salatiga, Ada Apa?
0 Komentar
Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.