Puisi Aji Saka Jadi Asal-Usul Aksara Jawa

Awal mula pembentukan aksara Jawa sering dikaitkan dengan cerita Aji Saka seperti video yang diunggah channel Youtube Riri Cerita Anak Interaktif.

Puisi Aji Saka Jadi Asal-Usul Aksara Jawa Tangkapan layar dari video unggahan channel Riri Cerita Anak Interaktif di Youtube terkait asal-usul aksara Jawa, Rabu (15/7/2020). (Youtube-Riri Cerita Anak Interaktif)

Semarangpos.com, KARANGANYAR ― Awal mula pembentukan aksara Jawa sering dikaitkan dengan cerita Aji Saka. Seperti yang ditelusuri oleh Semarangpos.com dari video channel Riri Cerita Anak Interaktif di Youtube, Rabu (15/7/2020) yang diunggah 26 Oktober 2019 silam.

Pada zaman dahulu, menurut Riri Cerita Anak Interaktif hidup seorang raja bernama Aji Saka. Ia mempunyai dua bawahan berkarakter setia, yakni Dora dan Sembada. Mereka melakukan perjalanan jauh menuju ke Jawa.

Di tengah perjalanan, mereka berhenti sebentar di Pulau Majethi untuk beristirahat. Setelah selesai makan dan sebagainya, mereka pun berniat melanjutkan perjalanan. Namun, Aji Saka berpesan kepada Sembada supaya tetap tinggal di pulau tersebut.

Bukan Mitos! Inilah Tempat Favorit Sosok Penunggu Rumah Menurut Om Hao…

“Aku ingin kau untuk menyimpan benda pusakaku. Ini benda yang sangat penting buatku. Jagalah keris pusakaku ini!” perintah Aji Saka sambil menyerahkan benda itu kepada Sembada. “Jangan pernah memberikan keris ini pada orang lain, kecuali aku sendiri yang akan mengambilnya di sini!” tambahnya. Sembada pun berjanji untuk mematuhi amanah rajanya.

Setelah lama mengarungi lautan, akhirnya Aji Saka sampai di Medang Kamulan. Daerah itu berada di tanah Jawa. Aji Saka mendapatkan sambutan baik oleh warga karena sikapnya yang ramah dan suka menolong. Selama di sana, ia menetap di rumah seorang wanita bernama Nyai Rondo Sangkeran yang dia anggap sebagai ibu sendiri.

Takut Dewata Cengkar

Pada suatu hari, wanita tadi terlihat murung. “Hanya saja terpikir olehku kekejaman raja kita Prabu Dewata Cengkar. Tindakannya yang keji membuat takut warga di sini. Sudah banyak yang menjadi korbannya,” cerita Nyai Rondo Sangkeran.

4 Mahasiswa UNS Solo Kerasukan Massal di Channel Youtube Untold Story  

Aji Saka menemui Prabu Dewata Cengkar pada keesokan harinya. Dia meminta supaya raja itu tidak lagi mengganggu warga desa. Sebagai gantinya, Aji Saka menyerahkan diri sendiri sebagai imbalan.

Prabu Dewata Cengkar tertawa hingga terbahak-bahak. Menurut dia, Aji Saka itu aneh karena baru kali ini ada manusia yang mengorbankan diri sendiri kepadanya. “Jangan senang dulu! Aku punya satu syarat, yaitu aku minta tanah sepanjang kain yang kubawa. Serta yang mengukurnya harus Anda sendiri,” ujar Aji Saka.

Prabu Dewata Cengkar meremehkan lawannya. Dia tidak tahu kalau Aji Saka adalah orang yang sakti. Tak lama kemudian, dia membentangkan kain dan mengeluh karena kain tersebut seperti tidak pernah habis. Tanpa sadar, dia telah sampai di tepi tebing.

Kampung Garam Jadi Upaya Kebumen Penuhi Ketahanan Pangan Daerah  

Aji Saka menghentakkan kain tadi dengan kuat. Prabu Dewata Cengkar pun terpelanting dan jatuh ke laut serta menghilang. Berdasarkan kesepakatan rakyat, Aji Saka diangkat menjadi raja baru di sana.

Sama-Sama Bersikukuh

Aji Saka mengingat satu abdinya yang masih berada di Pulau Majethi. “Dora, jemputlah Sembada! Ajaklah dia kemari dan sampaikan pesanku untuk membawa serta pusakaku!” perintahnya.

Dora pun berlayar ke Pulau Majethi. Ia menyampaikan bahwa dia mendapatkan perintah dari sang raja untuk menjemput Sembada dan keris. “Maaf, Dora. Aku harus menolak ajakanmu. Tuan Aji Saka dulu bilang bahwa ia sendiri yang akan mengambil keris pusakanya,” kata Sembada.

Dianggap Keramat, Batu Bekas Arca Bernilai Sejarah di Semarang Hilang  

Dora dan Sembada sama-sama diberi perintah oleh Aji Saka. Mereka merupakan abdi yang setia. Selain itu, mereka juga harus menjalankan perintah yang bertentangan tadi. Dua abdi tersebut pun berkelahi hingga tewas.

Sang raja mengkhawatirkan kedua bawahannya sehingga pergi ke Pulau Majethi. Dia menyesal karena memberikan perintah yang telah membuat Dora dan Sembada bertengkar. Selanjutnya, Aji Saka membuat puisi untuk mengenang kedua ajudannya. Puisi itu berbunyi: ha-na-ca-ra-ka (ada utusan), da-ta-sa-wa-la (saling bertarung), pa-dha-ja-ya-nya (sama kuatnya), ma-ga-ba-tha-nga (berakhir dengan kematian).

Puisi tadi ditulis dengan menggunakan huruf unik, yang kemudian sampai saat ini disebut sebagai aksara Jawa.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Tinggalkan Komentar

Anda harus logged in untuk kirim komentar.