PBHI Jateng: 260 Orang Jadi Korban Pelanggaran HAM saat Demo Omnibus Law

Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PHBI) menyebut ada ratusan orang di Jateng yang menjadi korban pelanggaran HAM saat demo Omnibus Law.

PBHI Jateng: 260 Orang Jadi Korban Pelanggaran HAM saat Demo Omnibus Law Aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Jateng, Kota Semarang dibubarkan aparat kepolisian dengan tembakan water canon dan gas air mata. (Imam Yuda S - Semarangpos.com)

Semarangpos.com, SEMARANG — Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Jawa Tengah atau PBHI Jateng menyebut 260 orang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh aparat keamanan saat unjuk rasa atau demo Omnibus Law UU Cipta Kerja, selama pekan lalu.

Ketua PBHI Jateng, Kahar Muamalsyah, mengatakan data tersebut dikumpulkan PBHI Jateng dari aduan dan laporan yang masuk ke PBHI.

“Selama aksi penolakan RUU Cipta Kerja, PBHI membuka posko pengaduan dan melakukan pemantauan di sejumlah wilayah. Antara lain Jakarta, Jogja, Jateng, Jabar, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Lampung,” ujar Kahar, Senin (12/10/2020).

Sulap Limbah Jadi Seni, Tekad UMKM Binaan Pertamina di Semarang Go International

Selama aksi unjuk rasa itu, PBHI mengaku menemukan dan mengidentifikasi berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kepolisian. Pelanggaran itu dilakukan aparat polisi saat melakukan pengamanan aksi.

Kahar mengatakan pelanggaran itu teridentifikasi dalam berbagai tindakan seperti melakukan larangan dan sweeping kepada peserta aksi sebelum aksi dimulai. Polisi diduga melakukan tindakan brutal dan represif selama aksi berlangsung baik secara verbal dan fisik. Perlakuan fisik itu antara lain berupa pemukulan, pengeroyokan, hingga menembakkan gas air mata ke arah kaki atau tubuh demonstran.

“Selain itu, aparat juga melakukan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang [arbitrary arrest and detention] kepada sekitar 2.643 orang yang tersebar di 10 wilayah di Indonesia,” imbuh Kahar.

Kahar menambahkan jumlah korban pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kepolisian ini berpotensi bertambah. Hal itu menyusul terus meningkatnya jumlah pengaduan yang diterima PBHI.

Tes Covid-19

“Pelanggaran HAM juga teridentifikasi dari penyiksaan yang dilakukan kepada massa aksi yang tertangkap dan ditahan. Mereka ditelanjangi dan dipukul. Selain itu, aparat kepolisian juga menghalangi akses layanan hukum dari PBHI ke massa aksi yang ditangkap dan ditahan,” ujarnya.

Sebut Perlakukan Demonstran Manusiawi, Polisi Semarang Beri 1 Nasi Bungkus untuk Makan 4 Orang

Lebih lanjut, Kahar mengatakan tindakan represif aparat juga dilakukan dengan melakukan tes Covid-19 secara paksa tanpa konsensus dan dasar hukum yang jelas.

“Seperti yang terjadi di Sumatra Utara di mana 21 orang di tes dan 201 orang di Jabar. Padahal, mereka justru mengumpulkan massa aksi yang ditangkap dan ditahan tanpa mematuhi protokol Covid-19 seperti memberi masker dan jaga jarak,” jelasnya.

Atas tindakan aparat selama proses pengamanan aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja itu, PBHI pun menyatakan tindakan tersebut melanggar kebebasan HAM yang dijamin UUD 1945, UU No.39/1999, UU No.9/1998, Perkap No.9/2008, UU No. 23/2000, UU No.11/2012, Perkap No.1/2009, dan Perkap No. 8/2009.

“Kami mendesak Presiden, Komnas HAM, KPAI, dan Ombudsman mengusut tuntas seluruh pelanggaran itu. Kami juga meminta pemerintah membuka akses layanan bantuan hukum ke seluruh massa aksi yang ditangkap dan ditahan,” tegas Kahar.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Komentar Ditutup.