Kenali Batik Parang, Batik Larangan Keraton Surakarta dan Yogyakarta

Indonesia memiliki beraneka ragam budaya yang salah satunya adalah batik sebagai mahakarya dengan salah satu motifnya adalah motif parang.

Kenali Batik Parang, Batik Larangan Keraton Surakarta dan Yogyakarta Ilustrasi corak batik parang. (Pinterest)

Semarangpos.com, SOLO Indonesia memiliki beraneka ragam budaya. Salah satunya adalah batik. Batik menjadi mahakarya Indonesia yang telah diakui dunia. Batik memiliki banyak motif, salah satunya adalah motif parang.

Parang merupakan batik keraton yang dipakai baik di Surakarta maupun Yogyakarta. Batik ini menjadi salah satu batik larangan yang tidak dapat dipakai sembarang orang. Batik keraton merupakan batik tradisional yang tumbuh dan berkembang di dalam keraton. Batik keraton umumnya memiliki arti filosofis dan makna kehidupan.

Batik parang menjadi motif batik larangan yang ditetapkan pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Motif parang dan variasinya menjadi batik larangan yang ditekankan di Keraton Yogyakarta. Penggunaannya secara khusus tertulis dalam Rijksblad van Djokjakarta atau Undang-Undang Keraton Yogyakarta tahun 1927.

Maharani Shima, Ratu Kalingga Nan Tegas atau Ibu Nan Kejam?

Terdapat dua versi dalam pemaknaan motif parang ini. Versi pertama mengatakan motif ini terinspirasi dari parang (nama senjata) yang biasa dikenakan para ksatria untuk berperang. Ksatria biasa menggunakan motif ini karena diyakini dapat melipatgandakan kekuatannya.

Sedangkan versi lainnya mengatakan bahwa motif ini diciptakan oleh Panembahan Senopati. Kala itu, dirinya sedang mengamati gerak ombak Laut Selatan yang menerpa karang di pantai. Sehingga garis lengkung pada motif ini melambangkan ombak lautan yang menjadi pusat tenaga alam. Tenaga alam ini direpresentasikan sebagai kedudukan raja.

 Kekuatan & Pettumbuhan

Konon, bentuk lengkung ini melambangkan kekuasaan, kekuatan, dan semangat yang tidak pernah padam. Motif ini menyiratkan kekuatan dan pertumbuhan yang digunakan oleh raja. Karena alasan ini, batik parang tidak boleh digunakan oleh masyarakat biasa di luar lingkungan keraton.

Kangen Purwokerto? Tempe Mendoan Mas Epung Bisa Jadi Obatnya…  

Secara filosofis, batik parang memiliki kandungan makna yang tinggi. Bentuk yang saling berkesinambungan menggambarkan jalinan hidup yang tidak pernah putus. Selain itu motif ini juga menggambarkan konsistensi dalam upaya memperbaiki diri, memperjuangkan kesejahteraan hingga memperbaiki hubungan.

Hubungan yang dimaksud adalah hubungan ke sesama manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhannya.

Dalam perkembangannya, batik parang memiliki berbagai variasi motif. Variasi tersebut di antaranya parang rusak, parang barong, parang klitik, parang kusumo dan masih banyak lagi.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Get the amazing news right in your inbox

Berita Terpopuler

0 Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama untuk menanggapi berita ini.

Tinggalkan Komentar

Anda harus logged in untuk kirim komentar.